Banyak orang yang menderita penyakit gangguan tidur yakni
berjalan sambil tidur, akan tetapi tidak menyadari bahwa mereka
menderita penyakit tsb. Penyakit somnambulismus kini menjadi
fenomena yang menarik, karena banyak diantara penderitanya
celaka atau mencelakakan orang lain. Kebanyakan penderita
penyakit berjalan sambil tidur adalah anak-anak yang berumur
antara 5 sampai 12 tahun. Namun juga tidak jarang orang dewasa
yang mengidap penyakit gangguan tidur tsb. Kisah memilukan dari
penyakit somnambulismus cukup banyak. Belum lama ini di Jerman,
seorang ayah memukul anak perempuannya yang berumur 5 tahun
sampai meninggal dalam kondisi somnambulismus. Pagi harinya
ketika semua anggota keluarga terbangun, barulah disadari apa
yang telah terjadi malam sebelumnya. Polisi menyerahkan pelaku
ke seoarng psikiater ahli gangguan tidur. Memang setelah
dilakukan pemeriksaan kedokteran, tindakan brutal tsb dilakukan
di bawah sadar. Walaupun tidak dihukum, namun kehilangan anak
yang sangat dicintainya ditangannya sendiri, amat memukul
perasaan si ayah. Kisah semacam itu amat banyak. Selain
mencelakan orang lain, juga penderita penyakit berjalan sambil
tidur, seringkali mencelakakan dirinya sendiri. Misalnya cerita
seorang pemuda yang hanya mengenakan piyama, dan menggigil
kedinginan di trotoar yang penuh salju di musim dingin. Ketika
polisi dan dokter datang, barulah pemuda tadi sadar, bahwa dia
berjalan ke luar rumah sambil tidur. Para pakar gangguan tidur
menduga, penyakit berjalan sambil tidur merupakan efek dari
belum matangnya bagian otak yang mengatur siklus bangun dan
tidur. Terbukti kebanyakan penderitanya adalah anak-anak.
Penyakit somnambulismus mulai muncul pada saat anak-anak
belajar berjalan. Seiring bertambahnya umur dan kedewasaan,
pelan-pelan kecenderungan penyakit somnambulismus mereda. Namun
kini terdapat situasi ekstrim, yang menyebabkan banyak orang
dewasa menderita penyakit somnambulismus. Göran Hajak, pimpinan
pusat penelitian kedokteran tidur di Universitas Regensburg
mengatakan, sekitar 6 persen remaja juga masih mengalami
somnambulisme. Yang tragis, satu diantara 1.000 penderita
penyakit berjalan sambil tidur, melakukan aksi perusakan atau
kekerasan dalam keadaan tidak sadar. Sejauh ini para ahli
gangguan tidur belum mengetahui persis mekanisme pemicu
somnambulismus. Diduga stress atau demam, bisa menyebabkan
munculnya gangguan tidur tsb. Juga terdapat kecenderungan,
somnambulismus merupakan penyakit genetika.
Memang kebanyakan penderita penyakit berjalan sambil tidur ini tidak membahayakan. Yang paling sering dilakukan para penderitanya adalah kencing sembarangan atau membuka kulkas dan memakan isinya. Para peneliti gangguan tidur juga menyebutkan, somnambulismus tidak berkaitan dengan mimpi. Sebab pada saat bangun dan berjalan, aktifitas otak penderitanya menunjukan sedang tidur lelap. Pada fase tidur lelap biasanya tidak terjadi aktivitas mimpi. Yang jelas mereka yang mengidap penyakit berjalan sambil tidur, bagian otak yang mengatur siklus tidur dan bangun sedang dalam kondisi kacau. Otak masih berada dalam kondisi tidur, tapi saraf motoriknya sudah bangun. Hajak mengatakan, berdasarkan pengukuran aktifitas gelombang otak, pada penderita somnambulismus, terjadi perubahan mendadak dari tidur lelap ke fase bangun. Pada situasi normal fasenya berlangsung bertahap dari tidur lelap, mulai bangun dampai aktif kembali. Para ahli menyarankan, bila anak-anak setelah melewati masa pubertas juga masih mengidap somnambulisme, orang tua harus secepatnya membawanya ke dokter. Juga bila terlihat kecenderungan agresif saat berjalan sambil tidur. Para dokter atau psikiater biasanya memberinya terapi psikiatri dan obat-obatan. Bagi yang memiliki riwayat keluarga dengan somnambulisme, para dokter akan memberinya obat-obatan, baik yang membuat tidurnya lebih lelap, atau yang membuat fase tidurnya rata sehingga mencegah perubahan seketika. Jika anak-anak menderita penyakit berjalan sambil tidur, para dokter menyarankan agar mereka jangan dibangunkan. Sebab anak-anak bisa panik, jika mengetahui mereka tidak berada di tempat tidur tapi di tempat lain. Biasanya jika mereka dibimbing kembali ke tempat tidurnya, anak-anak akan melanjutkan tidurnya. Juga jika diketahui anak sering mengalami gangguan tidur berupa somnambulismus, orang tua harus menyingkirkan barang berbahaya dari kamar anak-anak. Pintu rumah dan jendela harus dikunci, agar anak tidak berjalan ke luar rumah. Langkah berikutnya adalah membawa anak-anak ke dokter ahli gangguan tidur.
Memang kebanyakan penderita penyakit berjalan sambil tidur ini tidak membahayakan. Yang paling sering dilakukan para penderitanya adalah kencing sembarangan atau membuka kulkas dan memakan isinya. Para peneliti gangguan tidur juga menyebutkan, somnambulismus tidak berkaitan dengan mimpi. Sebab pada saat bangun dan berjalan, aktifitas otak penderitanya menunjukan sedang tidur lelap. Pada fase tidur lelap biasanya tidak terjadi aktivitas mimpi. Yang jelas mereka yang mengidap penyakit berjalan sambil tidur, bagian otak yang mengatur siklus tidur dan bangun sedang dalam kondisi kacau. Otak masih berada dalam kondisi tidur, tapi saraf motoriknya sudah bangun. Hajak mengatakan, berdasarkan pengukuran aktifitas gelombang otak, pada penderita somnambulismus, terjadi perubahan mendadak dari tidur lelap ke fase bangun. Pada situasi normal fasenya berlangsung bertahap dari tidur lelap, mulai bangun dampai aktif kembali. Para ahli menyarankan, bila anak-anak setelah melewati masa pubertas juga masih mengidap somnambulisme, orang tua harus secepatnya membawanya ke dokter. Juga bila terlihat kecenderungan agresif saat berjalan sambil tidur. Para dokter atau psikiater biasanya memberinya terapi psikiatri dan obat-obatan. Bagi yang memiliki riwayat keluarga dengan somnambulisme, para dokter akan memberinya obat-obatan, baik yang membuat tidurnya lebih lelap, atau yang membuat fase tidurnya rata sehingga mencegah perubahan seketika. Jika anak-anak menderita penyakit berjalan sambil tidur, para dokter menyarankan agar mereka jangan dibangunkan. Sebab anak-anak bisa panik, jika mengetahui mereka tidak berada di tempat tidur tapi di tempat lain. Biasanya jika mereka dibimbing kembali ke tempat tidurnya, anak-anak akan melanjutkan tidurnya. Juga jika diketahui anak sering mengalami gangguan tidur berupa somnambulismus, orang tua harus menyingkirkan barang berbahaya dari kamar anak-anak. Pintu rumah dan jendela harus dikunci, agar anak tidak berjalan ke luar rumah. Langkah berikutnya adalah membawa anak-anak ke dokter ahli gangguan tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar